Penggemar festival kebudayaan Indonesia harus tau bahwa Lombok juga memiliki festival tahunan yang unik, yaitu Festival Bau Nyale. Bau Nyale sendiri berasal dari bahasa Sasak yang terdiri dari kata “bau” yang berarti menangkap dan “nyale” yang berarti cacing laut yang berwarna warni. Tradisi ini sudah lama dilakukan oleh penduduk Suku Sasak, suku asli Lombok dan berawal dari adanya legenda Putri Mandalika. Bagaimana kisahnya? Simak penjelasannya berikut ini.
1. Kisah Putri Mandalika

Sumber : https://asset.kompas.com/crop/0x66:3120x2146/750x500/data/photo/2019/08/12/5d512b5722c7a.jpg
Putri Mandalika adalah
seorang putri yang terkenal memiliki kecantikan wajah yang banyak dikagumi oleh
rakyat negeri Tonjang Beru kala itu. Selain parasnya yang jelita, Putri
Mandalika juga memiliki hati yang baik, lembut, dan peduli dengan orang lain.
Karena itulah, banyak pangeran dari kerajaan lain yang ingin meminang Putri
Mandalika. Bahkan beberapa pangeran tersebut rela berperang dan saling membunuh
untuk mendapatkan Putri Mandalika.
Hingga sampailah waktu
dimana para pangeran tersebut akan memulai “pertandingan”, Putri Mandalika
menghilang dari negeri Tonjang Beru. Semua penduduk mencari Putri Mandalika
hingga ke seluruh negeri namun tidak juga menemukannya. Saat pencarian tersebut
justru muncul banyak sekali cacing laut warna warni (nyale) dari laut menuju ke
bibir pantai. Cacing laut ini muncul di pantai yang sekarang bernama Pantai
Seger dan Pantai Kuta di Lombok.
Keluarga Putri
Mandalika menemukan surat yang ditulis sendiri oleh putrinya. Surat tersebut
berisi mengenai pesannya terhadap keluarga serta penduduk negeri Tonjang Beru.
“Wahai ayah dan ibu serta semua pangeran
dan rakyat negeri Tonjang Beru yang kucintai. Hari ini aku telah menetapkan
bahwa aku adalah milik kalian semua. Aku pun tidak dapat memilih salah satu
pangeran yang ada. Karena ini takdir yang menghendaki bahwa aku akan menjadi
Nyale yang yang dapat kalian nikmati bersama pada bulan dan tanggal tertentu
Nyale muncul ke permukaan laut.”
2. Nilai Dibalik Festival Bau Nyale

Sumber : https://cdn1-production-images-kly.akamaized.net/FGBnBRxqz-ioDV7q8siZY56ZbtA=/640x360/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3041252/original/042019900_1580817013-WhatsApp_Image_2020-02-04_at_17.19.33.jpeg
(www.liputan6.com)
Sebagai bentuk
penghormatan terhadap kebesaran hati Putri Mandalika, warga akhirnya membuat
festival dimana semua orang beramai-ramai mengambil cacing laut di Pantai Seger
pada bulan yang telah ditentukan setiap tahunnya. Beberapa tahun terakhir,
Festival Bau Nyale diadakan mulai tanggal 10 hingga tanggal 20 pada bulan
Februari dan Maret.
Karena banyaknya
wisatawan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang tertarik mengikuti
acara ini, pemerintah daerah Lombok bekerja sama dengan pemerintah pusat untuk
menjadikannya sebuah rangkaian acara kebudayaan. Artinya, wisatawan tidak hanya
bisa mengikuti acara puncak, yaitu mencari cacing laut saja. Namun juga dapat
menyaksikan berbagai pertunjukan tarian dan musik tradisional dari warga
Mandalika, Lombok. Tidak hanya itu, Anda juga dapat melihat pameran kain tenun
dan membeli karya khas warga Suku Sasak yang indah.
Jika ditarik ke belakang, Anda dapat melihat besarnya manfaat dari pengorbanan Putri Mandalika. Bagaimana tidak? Saat ini Festival Bau Nyale menjadi salah satu daya tarik yang kuat untuk datang dan berlibur ke Mandalika dan Lombok pada umumnya. Bahkan festival ini juga masuk dalam 10 festival yang direkomendasikan oleh Kementerian Pariwisata kepada wisatawan dunia. Keren, kan?

Festival Bau Nyale
tidak hanya soal mengenang legenda Putri Mandalika saja, namun juga merayakan
kearifan lokal yang dimiliki warga Lombok. Baru dari satu festival ini saja,
kita dapat melihat kayanya kebudayaan yang dimiliki Indonesia. Begitu juga
dengan semangat warga yang kuat untuk selalu melestarikan budaya dan nilai
sosial yang diajarkan nenek moyang. Untuk merasakan sendiri semangat ini, Anda
harus datang langsung ke Lombok. Sebelumnya, ketahui tentang Lombok lebih dalam dengan membuka
Wonderful Indonesia.